Profil Pengasuh

Foto saya
Lahir di Sukabumi. Dari orang tua yang sangat saya hormati dan saya cintai Bapak K. Dadun Mansyur dan Ibu IIS Khalillah. Anak kedua dari enam bersaudara. Kakak (Aziz Halim Sanusi), Adik-adik (Moh. Ikhsan Khoeroni, Neng Tsani Sa'diyah Adawiyah, Dede Syifa Ikhlashiyah Nursa'adah, dan Fakhri Fathul Ghani).

Kamis, 11 Agustus 2011

Ya Ramadhan

Ramadhan
sungguh bulan yang penuh keberkahan
bulan yang diawali dengan kasih sayang
dihiasi dengan magfirah
dihadiahi dengan pembebasan dari neraka

bersama Ramadhan
hati jadi tenang
kebersamaan tercipta
lantunan ayat suci
bagai deburan ombak tiada henti

Marhaban Ya Ramadhan
Engkau yang selalu kurindukan
dan selamanya akan slalu kurindukan
seandainya bisa,
kuingin semua bulan
dengan nama Engkau Ya Ramadhan

Engkau adalah bulan Yang Agung
Saatmu,
adalah saat Turunnya Kitab
yang jadi mukjizat
sepanjang masa

persatuan dan persaudaraan
begitu terasa
satu muslim dengan muslim lain
serasa satu jiwa

SULITKAH BERBUAT JUJUR?

KENAPA SULIT?
Zaman sekarang berbuat jujur itu sulit. Sistem yang membuat kita untuk sulit berbuat kejujuran. Budaya toleransi yang berlebihan, membuat kejujuran sulit untuk dilakukan. Kejahatan sudah tersistematisasi sedemikian rupa, sehingga orang yang asalnya jujur, mempunyai integritas, dan idialisme, menjadi hancur lebur dalam kebohongan yang dianggap hal yang dianggap sudah biasa. Bahkan yang lebih parahnya lagi, kejujuran sudah dianggap menjadi sesuatu yang tabu. Kadang terdengar selentingan ketika penulis berbincang tentang kejujuran dan idialisme, ada yang berkata diantara orang-orang tersebut, “Zaman sekarang jujur?! Mati aja loe!”
Yang lebih parahnya lagi, orang merasa tidak bersalah ketika dia berbuat tidak jujur. Orang sudah tidak malu melakukan sebuah kezaliman. Seolah hati mereka terkunci untuk berbuat sesuatu yang benar. Hatinya telah mati untuk kebenaran. Kata-kata yang diucapkan dalam hatinya seolah tidak berbekas, sehingga menjadi tabi’at yang sulit untuk dirubah. Mereka tidak merasa bersalah sedikitpun. Atau mereka merasa bersalah, tapi tidak mau bertobat. Mereka malu untuk bertobat. Hatinya telah sakit, maka Allah menambah penyakit dalam hatinya, naudzu billahi min dzalik

SOLUSI UNTUK MAMPU BERBUAT JUJUR
Melihat kejadian di atas, penulis merasa kejujuran sudah dianggap sesuatu yang tabu. Bagaimana cara mengatasi kejujuran agar kejujuran itu tidak menjadi momok yang menakutkan di setiap kehidupan manusia. Agar mereka merasa malu  ketika berbuat bohong. Agar manusia untuk tidak malu bertobat, mengakui kesalahan, menyesal, dan tidak mau mengulangi kesalahan yang telah diperbuat.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah, perbaiki keimanannya. Dasar pokok utama iman adalah di dalam hati. Ketika hatinya baik, maka seluruh amal perbuatannya akan baik. Hati dan iman yang bagaimana. Hati yang imannya selalu beribadah dengan merasa melihat Allah, kalau tidak mampu merasa melihat Allah, maka rasakan bahwa Allah selalu melihatnya. Hati yang seperti ini adalah hati yang penuh keyakinan ketika beribadah kepada Allah, sehingga setiap sisi kehidupannya ia serahkan kepada Allah. Selamanya hati tersebut bergantung kepada Allah, beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah.
Hati yang seperti diatas adalah hati yang mampu mejaga pemiliknya dari api neraka, dan dari murka Allah baik di dunia maupun di akhirat. Hati tersebut adalah hati yang akan selalu bahagia, kenapa demikian karena hati itu digunakan terhadap sesuatu yang diridhai oleh Penciptanya. Hati tersebut adalah hati yang yakin kepada Allah dengan seyakin-yakinnya. Yakin bahwa Allah yang Maha kuasa, yakin bahwa Allah Maha adil, yakin bahwa Allah Maha menghukumi, sehingga ia mampu menjaga, perasaan, pemikiran, ucapan dan tingkah lakunya dari segala hal yang tidak diridahai Allah. Sehingga tidak ada ketakutan dan gentar sedikitpun dalam hatinya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, karena selalu merasa berada dalam perlindungan penguasa jagat raya.
Apapun risiko yang dihadapi, sebesar apapun rintangan dan tanggangan yang menghadang. Orang yang merasa dilihat Allah, tak pernah gentar apalagi takut untuk menyampaikan kebenaran. Penjara menjadi kenikmatan, pengasingan orang lain menjadi kedamaian. Kemelaratan atau penderitaan menjadi kebahagiaan. Karena hatinya, selalu diisi dengan nilai-nilai kebenaran. 
Kedua yang harus diperhatikan adalah niatkan hidup ini adalah untuk jihad. Jihad itu bukan hanya perang melawan kafir yang memerangi. Tapi jihad yang paling besar menurut Rasulullah adalah jihad melawan hawa nafsu. Seperti yang disabdkan Rasulullah ketika pulang dari Perang Badar, “kita telah pulang dari perang yang kecil, kembali kepada perang yang besar!”, sahabat bertanya, “Apa perang yang besar itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Perang yang besar adalah perang melawan Hawa Nafsu.” Perang melawan hawa nafsu, bukan berarti membunuh hawa nafsu, tetapi mengendalikan hawa nafsu, terhadap sesuatu yang diridhai Allah, sehingga menjadi nafsu yang kembali kepada sang pencipta dan diridhai-Nya.
Jihad berasal dari kata “jahada” secara bahasa artinya kesungguhan. Orang yang mengatakan dirinya jihad, tapi tidak ada kesungguhan, maka tak perlu mengaku dirinya sedang berjihad. Segala sesuatu yang dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, hasilnya pun tidak akan sungguh-sungguh. Niat yang kuat adalah sumber kesungguhan. Dan kesungguhan akan abadi kalau dasar dari niatnya abadi. Dasar niat yang abadi adalah karena Allah. Oleh karena itu, dasari jihad atau kesungguhan dari apapun yang kita lakukan karena Allah.
Cukup dua hal ini dulu yang harus dilakukan. Perbaiki iman yang menjadi fondasi, kemudian lakukan dengan kesungguhan. Mulailah hal ini dari individu masing-masing. Penulis yakin, kalau ada seratus orang yang mampu melaksanakan dua hal ini, ia akan mampu mewarnai orang-orang disekitarnya. Dan jangan lupa, Allah bersama orang-orang yang beriman dan orang-orang yang bersungguh-sungguh membela kebenaran. Jangan takut! Wallahu a’lam